Rabu, 24 Oktober 2018

Begini Keseruan La Tansa Pentaskan “Azan” Karya Chavchay Syaifullah

Teater La Tansa menuntut pandangan sempit serangkaian manusia terkait azan, ditambah lagi apabila menistakan eksistensi azan. Lewat naskah “Azan” karya Chavchay Syaifullah, Teater La Tansa membuka histori serta falsafah azan dalam peradaban Islam di panggung Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Jakarta Pusat, 16 Oktober 2018.
Artikel Terkait : pengertian sejarah peradaban islam

Pementasan “Azan” adalah puncak acara Panggung Azan : Khusyu’ Negeriku yg diadakan di Gedung Kesenian Jakarta,  Pasar Baru, Jakarta Pusat, 15-16 Oktober 2018 waktu lalu.

Pementasan yg dinantikan itu lantas menggebrak panggung serta membuat kondisi haru, susah, lucu serta ironis. Dari satu sesi ke sesi seterusnya, bahkan juga diakhir tiap-tiap sesi disaat lampu panggung mulai meredup serta gelap, tepok tangan pirsawan membuncah seperti gelombang ombak. Hadirin sungguh-sungguh larut dalam kejadian “Azan”.
Simaklah : macam macam organisasi internasional

Kelihatan pada hadirin salah satunya : Pimpinan Pesantren La Tansa KH Adrian Mafatihullah Kariem, KH Sholeh, serta KH Ahmad Faisal Hadziq, budayawan serta pimpinan Teater Kosong Radhar Panca Dahana, pendiri Teater Bulungan Uki Bayu Sejati, aktor Imam Ma’arif, Ketua Umum Himpunan Seni Budaya Islam Prof. Dr. Pramudya Ardanta, Wakil Ketua Umum Lesbumi Dinaldo, dan beberapa alumni pesantren Daar el Qolam serta La Tansa. 450 kursi yg berada pada dalam gedung seluruhnya udah terisi sebelum pentas di mulai, hingga banyak pirsawan sejumlah terpaksa sekali berdiri serta sejumlah kembali menentukan bergabung di area sayap kiri serta kanan area pentas.

Pentas Azan yg disutradarai Chavchay Syaifulah di mulai dengan tari kolosal yg berpangkal dari simbol-simbol pergerakan azan serta shalat. Sejumlah pergerakan kelihatan dinamis buat mengggambarkan potret kehidupan dunia sekarang, termasuk juga di Indonesia. Terus pentas mengerjakan flashback ke kondisi musyawarah Rasulullah bersama-sama banyak sahabatnya terkait alat yg bakal dimanfaatkan jadi panggilan shalat, lonceng atau terompet. Tetapi disaat Abdullah bin Sa’ad serta Umar bin Khattab memaparkan mengenai mimpinya dihadapan Rasulullah terkait azan bersama-sama susunan lafadznya, Rasulullah lantas mendukung azan jadi panggilan shalat serta memohon Bilal bin Rabbah jadi berubah menjadi muazin pertama dalam histori peradaban Islam.
Baca juga : fungsi administrasi

Pentas lantas berkembang ke tragedi keluarga pebisnis kaya yg rajin bersedekah serta dirikan masjid dimana-mana, tetapi berakhir pada kepailitan bisnisnya serta kondisi keluarganya yg runyam. Di luar perkiraan, ajudan pebisnis yg bernama Bilal tampil jadi tokoh yg bisa menunjuk jalan keluar dari kekacauan hidup yg makin membeku. Interaksi yg berasal jadi tuan serta ajudan berkembang ke interaksi yg lebih humanis. Sewaktu istri sang pebisnis bertambah hilang ingatan berbelanja serta anaknya yg makin suka gadget, Bilal yg senantiasa tampil lugu serta polos tidak saja bisa kembalikan semangat hidup tuannya, tetapi memberikan jalan ketujuan ridha Allah lewat azan serta shalat.

“Ya benar, bapak udah membuat masjid dimana-mana. Namun yg bapak bangun itu cuma fisik-fisik masjid saja. Bapak belumlah sempat membuat masjid di hati bapak, di jiwa Bapak. Walaupun sebenarnya itu jauh utama, ” kata Bilal terhadap tuannya dengan polos.

Azan berubah menjadi percakapan yg serius pada Bilal serta tuannya, pun dalam majelis taklim Kyai Rojali. Keterangan Kyai Rojali bahkan juga menukik lebih dalam ke permasalahan falsafah azan dalam skema beribadah shalat serta kehidupan berbangsa serta bernegara. Eksistensi azan seperti memperoleh tuntutan baru yg lebih luas serta mendalam, hingga pentas teater menguak perspektif baru terkait azan yg berdimensi cinta serta perdamaian, pun terkait kebangkitan serta kemenangan manusia dari reifikasi berhala-berhala palsu dunia moderen.

Teater La Tansa adalah group teater dari Pondok Pesantren La Tansa, Cipanas, Lebak, Banten dibawah kepemimpinan KH Adrian Mafatihullah Kariem. Aktor yg seluruh adalah santri La Tansa, dapat dukungan penuh oleh banyak gurunya yg tampil jadi penata musik, penata sinar, penata pangggung, sampai ke sisi dokumentasi serta kru pertunjukan.

“Pentas ini berubah menjadi perjuangan santri dalam meluruskan penjelasan azan ditengah warga luas, pula sebagai ikhtiar memaksimalkan wadah dakwah santri lewat kreasi seni serta budaya, ” kata Chavchay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alasan Kemenperin Ungkap Indonesia Defisit Baja Ringan

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan Indonesia masih kekurangan pasokan baja ringan. Padahal, baja ringan diperlukan untuk pemb...